A. Pendahuluan
Perkembangan hadis dalam ilmu
keislaman berkembang luas dan cepat. Perkembangan hadis tak luput dari
perkembangan pemalsuannya juga, terlebih setelah Nabi Muhammad wafat. Berbagai
pendapat mulai mengkristal, ada yang melarang membukukan hadis, juga ada yang
menyarankan agar fatwa-fatwa Rasul itu segera dihimpun karena khawatir akan
lenyap dari peredaran. Akibat banyaknya sahabat yang berguguran dari medan
perang. Pada Masa Rasulullah SAW.
merupakan masa pewahyuan dan pembentukan masyarakat Islam. Didalamnya,
hadis-hadis diwahyukan oleh Nabi Muhammad saw. yang terdiri atas perkataan,
perbuatan dan taqrir Nabi Muhammad saw. dalam membina masyarakat Islam. Keberadaan
hadis terus dijaga oleh sahabat, orang yang dekat dengan Nabi Muhammad saw.
dengan cara menyedikitkan periwayatan dan pemateriannya.
Akhirnya abad ke-3 sampai abad
ke-5 H. hadis-hadis Nabi Muhammad saw. terbukukan dalam berbagai kitab hadis
dengan berbagai metode penulisannya. Oleh karena itu, ulama pada
abad-abad tersebut disebut dengan ulama mutaqaddimin karena
telah berusaha mencari hadis ke berbagai daerah dan membukukannya.
Sementara di kalangan Shi’ah
didapatkan kenyataan lain, permasalahan penulisan hadis tidak menjadi suatu
problem yang serius. Kitab hadis pertama adalah Kitab Ali ibn Abi Talib yang di
dalamnya memuat hadis-hadis yang diimla’kan langsung dari Rasulullah saw. tentang
halal haram dan sebagainya. Kemudian dibukukan oleh Abu Rafi’ al-Qubti al-Shi’i
dalam kitab al-sunan, al-ahkam dan al-qadaya.
Ulama sesudahnya akhirnya
membukukannya ke berbagai macam kitab. Salah satunya adalah al-Kafi fi
ilm al-Din yang di kalangan Shi’ah merupakan kitab pegangan utama di kalangan
mazhab Shi’ah.
Al-Kafi al-Kulaini merupakan
kitab rujukan kaum shi’ah. Meski, ada yang menganggap bahwa kitab tersebut
merupakan sucinya kaum shi’ah, akan tetapi kaum dan ulama shi’ah tidak pernah
menyatakan kedudukan al-Kafi sebagai kitab sucinya. Al-Kafi, merupakan
kitab hadis jamik pertama dan terpenting dalam Syi’ah yang menurut ungkapan
banyak ulama belum dan tidak ada kitab yang lebih bernilai darinya dalam Islam
(selain al-Quran tentunya). Kitab al-Kafi terdiri dari dua jilid Ushul, lima
jilid Furu’ dan satu Raudhah. Di dalamnya terdapat 30 Kitab, 326 bab dan total
hadis yang tertulis 16199 hadis[1].
Dalam mukadimah kitabnya,
beliau menjelaskan kalau kitab ini merupakan jawaban dari permintaan salah
seorang saudara seagama beliau. Sayang beliau tidak menyebutkan siapa nama
saudara seiman itu dalam bukunya. Namun, bisa ditebak kalau orang yang meminta
itu adalah Muhammad bin Ahmad bin Abdullah ash-Shafwani atau Muhammad bin
Nukmani.
Dan kalau melihat kepada
mukadimah kitab Kafi dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kitab ini beliau
berharap dapat menyelamatkan riwayat-riwayat Syi’ah yang tercecer dan ingin
disusun dalam sebuah kompilasi untuk menghindari perpecahan dalam agama.
Dengan demikian, makalah
singkat ini akan membahas tentang kitab al-Kafi al-Kulaini yang dimulai dari
menelusuri jejak kehidupan al-Kulaini (Biografi), penjelasan singkat tentang
isi kitab dan diakhir pembahasan ini akan disuguhkan pendapat ulama terkait
kitab al-Kafi al-Kulaini ini.
B.
Biografi al-Kulaini
Pengarang dari kitab al-Kafi adalah
Abu Ja’far Muhammad Ibnu Ya’qub Ibn Ishaq al-Kulaini al-Razi[2]. Tanggal
dan tahun kelaharian al-Kulaini dalam berbagai literatur tidak ada yang
menyebutkan secara pasti, tetapi ada yang mengatakan, beliau lahir sekitar
tahun 254 H atau 260 H. Beliau lahir di sebuah dusun yang bernama al-Kulai atau
al-Kulin di Ray Iran[3].
Meski kelahirannya masih belum diketahui secara pasti, namun beliau wafat pada
tahun 328 H / 329 H (939/940 M). Beliau dikebumikan di pintu masuk Kufah[4].
Tidak hanya tahun kelahiran
al-Kulaini yang sulit dilacak secara pasti. Akan tetapi hampir separuh awal
hidupnya juga sulit dilacak karena situasi politik dibawah kepemimpinan
al-Muqtadir yang tidak banyak memberi akses pada bagi kaum shi’ah untuk
mengembangkan eksistensinya[5].
Baru pada paruh kedua masa hidupnya, al-Kulaini mendapatkan kebebasan dari
Dinasti Buwaihiyah. Informasi tentang sosok al-Kulaini juga banyak diperoleh
pada masa ini[6].
Tempat tinggal al-Kafi tidak
hanya di Iran akan tetapi beliau juga pernah tinggal di Baghdad dan Kufah. Ia
pindah ke Baghdad karena menjadi ketua ulama atau pengikut Syi’ah Imam dua
belas disana, selama pemerintahan al-Muqtadir. Beliau hidup di zaman sufara’
al-arba’ah (empat wakil Imam al Mahdi)[7].
Ayah al-Kulaini bernama Ya’qub
Ibn Ishaq atau al-Salsali, seorang tokoh Syi’ah terkemuka di Iran[8].
Di kota inilah ia mulai mengenyam pendidikan. Al-Kulaini punya pribadi yang
unggul dan banyak dipuji ulama, bahkan ulama mazhab Sunni dan Syi’ah sepakat
akan kebesaran dan kemuliaan al-Kulaini.
Al-Kulaini menyusun kitab
al-Kafi selama dua puluh tahun dengan melakukan perjalanan ilmiah untuk
mendapatkan hadis-hadis dari berbagai daerah, seperti Irak, Damaskus, Ba’albak,
dan Talfis. Namun bukan hanya hadis yang ia cari tetapi juga berbagai sumber
dan kodifikasi hadis dari para ulama sebelumnya. Dari sini tampak adanya usaha
yang serius dan besar-besaran[9].
Beliau dikenal sebagai orang yang cerdas, dapat dipercaya, dan memiliki hafalan
yang kuat, karenanya beliau dijuluki dengan thiqqat al-Islam[10].
Al-Kulaini mempunyai banyak
guru dari kalangan ulama ahl al-Bayt. Diantara gurunya adalah Ahmad Ibn
Abdullah Ibn Mihran, Muhammad Ibn Yahya al-Aththar dan Muhammad Ibn Aqil
al-Kulaini[11].
Adapun karya-karya yang dihasilkan oleh al-Kulaini sebagaimana dikutip oleh
Zainul Arifin dari Muqaddimahnya al-Kulaini adalah sebagai berikut:
1. Kitab
Tafsir al-Ra’yu
2. Kitab
al-Rijal
3. Kitab
al-Radd ‘ala Qaramitah
4. Kitab
al-Rasail: Rasa’il al-Aimmah Alaihi al-Salam
5. Al-Kafi
6. Kitab
Qila fi al-Aimmah alaihi al-Salam min al-Shi’i
7. Kitab
al-Dawajin wal al-Rawajin
8. Kitab
al-Zayyu wa al-Tajammul
9. Kitab
al-Wasail
10. Kitab
al-Raudah[12]
C.
Sistematika dan Metode Kitab al-Kafi al-Kulaini
Al-Kafi merupakan kitab hadis
yang menyuguhkan berbagai persoalan pokok agama (ushul), cabang-cabang (furu’)
dan taman (rawdhah). Al-Kurki dalam ijazah-nya al-Qadhi Shafi al-Din
‘Isa, mengatakan, al-Kulaini telah menghimpun hadis-hadis shar’iyyah dan
berbagai rahasia rabbani yang tidak akan didapati di luar kitab al-Kafi. Kitab
ini menjadi pegangan utama dalam mazhab Shi’ah dalam mencari hujjah keagamaan.
Bahkan di antara mereka ada yang mencukupkan atas kitab tersebut dengan tanpa
melakukan ijtihad sebagaimana terjadi dikalangan ahbariyyun[13].
Jumlah hadis yang termuat
dalam kitab al-Kafi al-Kulaini, ulama berbeda pendapat. Menurut al-Khunsari,
hadis yang termuat dalam kitab ini berjumlah 16.190 hadis, sementara hitungan
al-Majlisi sebanyak 16.121, Agha Buzurg al-Tihrani sebanyak 15.181 dan Ali
Akbar al-Ghifari sebanyak 15.176[14].
Banyak perbedaan penghitungan jumlah hadis dalam kitab ini dikarenakan matannya
satu dan sanadnya berbilang[15].
Kitab al-Kafi terdiri atas 8
jilid yang terbagi menjadi 35 kitab dan 2355 bab, 2 jilid pertama berisi
tentang al-Ushul (pokok) jilid pertama memuat 1.437 hadis dan
jilid kedua memuat 2.346 hadis, yang berkaitan dengan masalah akidah. 5 jilid
dan selanjutnya berbicara tentang al-Furu’ (fikih) dan 1 jilid
terakhir memuat 597 hadis yang disebut al-Rawdhah (taman)
adalah kumpulan hadis yang menguraikan berbagai segi dan minat keagamaan serta
termasuk beberapa surat dan khutbah para imam[16].
Untuk lebih jelasnya terkait
distribusi hadis dalam kitab al-Kafi al-Kulaini akan disajikan dalam bentuk
tabel sebagai termaktub dalam buku yang dikarang Zainul Arifin sebagai berikut:
Jilid
|
Bagian Kitab
|
Bab
|
Hadis
|
I
|
Usul / 4 : al-Akl wa Jahl s/d al-Hujjah
|
71
|
1440
|
II
|
Usul/ 4: al-Iman wa al-Kufr s/d al-Usrah
|
258
|
2346
|
III
|
Furu’ / 5 : Taharah s/d Zakat
|
313
|
2079
|
IV
|
Furu’ / 2 : al-Siyam s/d al-Hajj
|
362
|
2190
|
V
|
Furu’ / 3 : al-Jihad s/d al-Nikah
|
382
|
2200
|
VI
|
Furu’ / 9 : al-Aqiqah s/d al-Dawajin
|
424
|
266
|
VII
|
Furu’ / 7 : al-Wasaya s/d al-Aiman
|
287
|
1708
|
VIII
|
Al-Raudah / 1
|
1
|
597
|
Isi kitab yang telah
dijelaskan diatas menjadi keistimewaan dalam kitab al-Kafi al-Kulaini. Akan
tetapi yang juga tidak kalah menariknya dalam kitab ini adalah
tentang peringkasan sanad. Sanad sebagai mata rantai jalur periwayat hadis
dimulai dari sahabat sampai pada ulama hadis, yang terkadang ditulis lengkap
dan terkadang juga membuang sebagian sanad atau awalnya saja[17].
Sanad-sanad yang ada dalam kitab ini kadang ditulis secara lengkap, tetapi
terkadang al-Kulaini membuang sebagian sanad dengan menggunakan kata ashhabuna,
fulan, ‘iddah, jama’ah dan seterusnya. Hal ini dimaksudkan bagi
periwayat-periwayat yang sudah terkenal. Contoh, dalam kitab al-Furu’ jilid
keenam bab kesembilan mengenai memerdekakan budak, al-Kulaini menegaskan bahwa
yang dimaksud dengan iddatun min ashabina ialah ‘Ali Ibn
Ibrahim, Muhammad Ibn Ja’far, Muhammad Ibn Yahya, ‘Ali Ibn Muhammad Ibn
‘Abdullah al-Qummi, Ahmad Ibn Abdillah, ‘Ali Ibn Husain, yang semuanya dari
Ahmad Ibn Muhammad Ibn Khalid dari Usman Ibn Isa.
Peringkasan sanad ini menurut
analisa penulis dilandasi atas keinginan al-Kulaini untuk tidak memperpanjang
tulisan, dan dilakukan hanya pada para periwayat yang dianggap baik, jujur dan
dipercaya oleh beliau. Oleh karena itu, jika sanad telah ditulis lengkap pada
hadis sebelumnya, maka selanjutnya al-Kulaini tidak menulisnya secara lengkap.
Selain peringkasan sanad
diatas, terdapat bermacam-macam Rawi dalam hadis yang tercantum dalam kitab itu
bahkan sampai pada imam mereka dan Rawi yang lain. Jika dibandingkan dengan
hadis-hadis lain diluar Syi’ah berbeda derajat penilaiannya. Dengan demikian,
mereka masih mengakui periwayat hadis dari kalangan lain dan menganggapnya
masih dalam tataran kuat.
D.
Kedudukan Kitab al-Kafi al-Kulaini
Al-Kulaini dalam menulis hadis
yang terhimpun dalam kitab al-Kafi, tidak sama dengan saat al-Bukhari dan
Muslim dalam menyusun kitab hadis. Bukhari dan Muslim dalam menulis kitab hadis
selalu menyeleksi hadis yang ia dapat agar hadis yang dihimpunnya berkualitas
sesuai dengan kriteria ilmu hadis. Di
Al-Kafi, Al Kulaini menuliskan riwayat apa saja yang dia dapatkan dari orang
yang mengaku mengikuti para Imam Ahlul Bait[18]. Jadi
al-Kulaini hanyalah sebagai pengumpul hadis-hadis dari Ahlul Bait as. Tidak ada
sedikitpun pernyataan al-Kulaini bahwa semua hadis yang dia kumpulkan adalah
otentik[19]. Karena al-Kulaini tidak menseleksi hadis yang ia
dapat, maka pada awalnya hadis-hadis yang terangkum dalam al-Kafi belum
diklasifikasikan ke dalam hadis saheh, hasan dan lain sebagainya.
Kemudian,
ulama-ulama Shi’ah menyusun dan mengklasifikasikan hadis yang terdapat dalam
al-Kafi. Salah satu ulama itu adalah Allamah
al-Hilli yang telah mengelompokkan hadis-hadis al-Kafi menjadi shahih,
muwatstsaq, hasan dan dhaif[20]. Usaha
Allamah al-Hilli ternyata mendapat tantangan keras dari kelompok shi’ah yang
tergabung dalam kelompok akhbariyah yang memandang bahwa hadis
dalam al-Kafi semuanya otentik. Hanya saja penentangan kelompok itu tidak
berdasar. Oleh karena itu banyak ulama-ulama syiah baik sezaman atau
setelah Allamah al-Hilli seperti Syaikh al-Thusi, Syaikh Mufid, Syaikh Murtadha
al-Anshari dan lain-lain, lebih sepakat dengan Allamah al-Hilli dan mereka
menentang keras pernyataan kelompok Akhbaraiyah tersebut[21].
Hadis-hadis
yang terdapat dalam al-Kafi al-Kulaini, setelah diteliti oleh Allamah al-Hilli
dan al-Majlisi, maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut[22]:
1. 5.072
hadis Sahih
2. 144
hadis Hasan
3. 1.128
hadis Muwasaaq
4. 302
hadis Qowi (kuat)
5. 9.495
hadis Da’if
Meskipun dalam kitab itu setelah diteliti ternyata bukan
hadis sahih semua, namuan kedudukan kitab tersebut tetap kuat dan dijadikan
rujukan utama oleh kalangan Shi’ah. Bahkan kelompok Akhbariyah menganggap bahwa
semua persoalan hidup sudah tercover dalam kitab tersebut[23].
E.
Keistimewaan al-Kafi al-Kulaini
1. Kelengkapan,
al-Kafi dibandingkan dengan kitab-kitab jami’ hadis yang lain lebih komplit dan
komprehensif. Karena kitab Al-Kafi tidak hanya berkaitan dengan furuuddin dan
hukum-hukum, ia juga membahas dan memuat hadis-hadis tentang aqidah dan akhlak.
Dua jilid awal dari Kafi telah membawakan riwayat-riwayat tentang dua bagian
penting ajaran agama itu.
2. Kerapian
dan kedetailan penyususnan kitab al-Kafi menjadi keistimewaan yang dimiliki
kitab ini. Al-Kulaini adalah sosok pertama yang menyusun kitab hadis yang jami’
dan beliau tidak memiliki contoh kitab yang bisa dijadikan rujukan. Akan tetapi
jika kita melihat kepada isi kitab ini kita akan terkagum-kagum dengan penataan
dan penyusunan bab-bab, pasal-pasal yang ada di dalamnya; bagaimana beliau
memulai kitabnya dengan ushul lalu dilanjutkan dengan Furu’ dan
digenapkan dengan Raudah.
F.
Daftar Pustaka
Al-Kulaini, Muqaddimah
Ushul al-Kafi al-Kulaini, ditahqiq oleh Ali Akbar al-Ghifari, Juz I
(Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyyah. 1388).
Arifin, Zainul. 2010. Studi
Kitab Hadis. Surabaya: Pustaka Al-Muna.
Purnomo, Agus. 2011. Telaah
Epistemologi Terhadap Hadis Hukum al-Kafi al-Kulayni. Jurnal Dialogia,
Vol. 9 No. 2 Desember 2011.
Suryadilaga, M. Alfatih.
2003. Kitab al-Kafi al-Kulaini. Yogyakarta: Teras.
Howard, I. K. A. al-Kutub
al-Arba’ah: Empat Kitab Hadis Utama Mazhab ahl al-Bait. Jurnal
al-Huda, vol II, no. 4, 2001, hlm. 11. Dalam http://wahyunishifaturrahmah.wordpress.com/ diakses
pada 12/11/2013.
http://agil-asshofie.blogspot.com/2012/05/al-kafi-dalam-pandangan-syiah.html
diakses pada 12/11/2013.
http://sarinahina7.wordpress.com/2013/01/01/kitab-al-kafi-al-kulaini/ diakses
pada 12/11/2013.
http://syiahali.wordpress.com/2010/12/26/sejarah-singkat-hadits-syiah-imamiyah/ diakses
pada 11/11/2013.
[1] http://syiahali.wordpress.com/2010/12/26/sejarah-singkat-hadits-syiah-imamiyah/ diakses
pada 11/11/2013
[3] Al-Kulaini, Muqaddimah
Ushul al-Kafi al-Kulaini, ditahqiq oleh Ali Akbar al-Ghifari, Juz I
(Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, t.th), hlm. 13.
[5] Agus
Purnomo, Telaah Epistemologi Terhadap Hadis Hukum al-Kafi al-Kulayni, Jurnal
Dialogia, Vol. 9 No. 2 Desember 2011, hlm. 228.
[7] I.
K. A. Howard, “al-Kutub al-Arba’ah: Empat Kitab Hadis Utama Mazhab ahl
al-Bait”, Jurnal al-Huda, vol II, no. 4, 2001, hlm. 11. Dalam http://wahyunishifaturrahmah.wordpress.com/ diakses
pada 12/11/2013.
[18] http://agil-asshofie.blogspot.com/2012/05/al-kafi-dalam-pandangan-syiah.html diakses
pada 12/11/2013.
keren banget infonya kak nice
BalasHapusElever Media Indonesia