Organisasi Kurikulum

A.    Latar Belakang
Salah satu tujuan pembangunan Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai amanat kemerdekaan bangsa, maka tujuan luhur tersebut harus tercapai. Oleh karena itulah, maka dibentuklah perundang-undangan yang mengatur dan bertujuan untuk mencerdaskan rakyat Indonesia[1]. Salah satunya adalah undang-undang tentang sistem pendidikan nasional. Dalam sistem pendidikan nasional terdapat beberapa komponen yang dirancang untuk menyukseskan pelaksanaan pendidikan di Indonesia, salah satunya adalah kurikulum.

Kurikulum sering disamakan dengan mata pelajaran. Padahal Saylor, Alexander dan Lewis memandang kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruang kelas, di halaman sekolah, maupun di luar sekolah[2]. Sedangkan E. Mulyasa memamndang, kurikulum itu sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standart, dan hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan[3]. Dari pandangan pakar tersebut sudah jelas bahwa kurikulum bukan hanya kumpulan mata pelajaran. Kurikulum  meliputi segala pengalaman atau proses belajar siswa yang direncanakan dan dilaksanakan di bawah bimbingan lembaga pendidikan[4].
Pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari aspek yang mempengaruhinya, seperti cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya, dan sosial), proses pengembangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan[5]. Kebutuhan peserta didik dan masyarakat akan terus berkembang sesuai perkembangan dunia. Masyarakat Indonesia dituntut menyamakan dirinya dengan penduduk Negara lain sehingga kebutuhan terhadap pendidikan di Indonesia ini akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan global. Oleh karena itu pengembangan kurikulum selain orientasinya adalah lokal juga berorientasi global. Sehingga tak heran kalau perubahan kurikulum di Indonesia terus-menerus terjadi.
Pengembangan kurikulum seringkali hanya difokuskan pada pengembangan mata pelajaran. sedangkan komponen lainnya dibiarkan. Komponen yang sangat menentukan kesuksesan dalam penerapan kurikulum adalah organisasi kurikulum. Organisasi kurikulum berkaitan dengan pengaturan bahan pelajaran, yang selanjutnya memiliki dampak terhadap masalah administratif pelaksanaan proses pembelajaran. Organisasi kurikulum merupakan pola atau desain bahan atau isi kurikulum yang tujuannnya untuk mempermudah siswa dalam mempelajari bahan pelajaran serta mempermudah siswa dalam melakukan kegiatan belajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif.[6] Dari penjelasan ini, menunjukkan bahwa tujuan utama dilakukannya pengorganisasian dan pengembangan kurikulum secara umum adalah agar peserta didik mudah menyerap keseluruhan mata pelajaran dan pada akhirnya tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan undang-undang dasar 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa akan tercapai lewat pendidikan nasional.
Melalui organisasi kurikulum ini, guru dan pengelola pendidikan akan memiliki gambaran yang jelas tentang tujuan program pendidikan, bahan ajar, tata urut dan cakupan materi, penyajian materi, serta peran guru dan murid dalam rangkaian pembelajaran. Oleh karena itu sangatlah penting mempelajari tentang organisasi kurikulum karena langsung dengan proses pembelajaran disekolah.

B.     Pengertian dan Ruang Lingkup
Organisasi kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum program-program pengajaran yang disampaikan kepada peserta didik guna tercapainya  tujuan pendidikan atau pembelajaran yang ditetapkan[7]. Sejalan dengan pengertian diatas, Burhan Nurgiyantoro memandang organisasi kurikulum adalah struktur kurikulum berupa kerangka umum program-program pengajaran yang akan disampaikan kepada murid[8]. Organisasi kurikulum merupakan pola atau desain bahan atau isi kurikulum yang tujuannnya untuk mempermudah siswa dalam mempelajari bahan pelajaran serta mempermudah siswa dalam melakukan kegiatan belajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif.[9]
Dari pengertian organisasi kurikulum diatas, dapat disimpulkan bahwa organisasi kurikulum adalah struktur kurikulum berupa kerangka umum program-program pengajaran yang disusun dalam pola tertentu dengan tujuan untuk mempermudah siswa dalam melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan bisa tercapai. Dengan demikian, organisasi kurikulum berkaitan dengan pengaturan bahan pelajaran serta hal-hal yang berkaitan dengan mata pelajaran seperti jadwal pelajaran, alokasi waktu dan lain sebagainya.
Dalam proses pengembangan kurikulum organisasi berperan sebagai suatu metode untuk menentukan  seleksi dan pengorganisasian pengalaman-pengalaman belajar yang diselenggarakan oleh sekolah, organisasi kurikulum menunjukkan peranan guru, peserta didik dan lain-lain yang terlibat aktif dalam proses perencanaan kurikulum[10]. Untuk melakukan organisasi kurikulum, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu ruang lingkup (scope), urutan bahan (sequence), kontinuitas, keseimbangan dan keterpaduan (integrated)[11].
Ruang lingkup (scope) merupakan keseluruhan materi pelajaran dan pengalaman yang akan diberikan dari suatu mata pelajaran atau dari suatu pokok bahasan tertentu. Urutan Bahan (sequence) meliputi penyusunan bahan pelajaran harus urut dan sistematis. Kontinuitas merupakan keberlanjutan materi pelajaran. Artinya materi pelajaran tidak boleh terjadi loncatan sehingga mengakibatkan materi terputus, sehingga sulit dicerna oleh siswa. Keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan organisasi kurikulum baik terkait dengan keseimbangan bahan kurikulum atau keseimbangan proses belajar. Keterpaduan yang dimaksud adalah keterpaduan komponen kurikulum utamanya mata pelajaran.

C.    Struktur Kurikulum
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran[12]. Pengertian ini sejalan dengan pendapatnya A. Hamid Syarief, yang menyatakan bahwa struktur kurikulum adalah suatu kerangka umum program-program pengajaran yang akan disampaikan kepada siswa[13]. Dari pengertian diatas, sudah jelas sekali bahwa muatan struktur kurikulum tersebut adalah mata pelajaran. Bentuk penyusunan mata pelajaran itulah yang disebut struktur kurikulum. Struktur kurikulum ada dua, yaitu, stuktur horizontal dan struktur vertikal.
1.      Struktur Horizontal
Struktur horizontal dalam organisasi kurikulum adalah suatu bentuk penyusunan bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Hal ini berkaitan erat dengan tujuan pendidikan, isi pelajaran, dan strategi pembelajarannya[14]. Sejalan dengan pendapat A. Hamid Syarief yang menyatakan bahwa struktur horizontal suatu kurikulum berkenaan dengan bagaimana kurikulum itu diorganisasi atau bagaimana bentuk penyusunan bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada murid[15]. Dari dua pendapat itu dapat dipastikan bahwa struktur horizontal adalah struktur yang berkaitan dengan penyusunan antara mata pelajaran satu dengan mata pelajaran yang lain. Adapun bentuk-bentuk struktur horizontal dalam oragnisasi kurikulum meliputi Separated Subject Curriculum, Correlated Subject Curriculum dan Integrated Subject Curriculum[16]. Sebagian pakar ada yang langsung menyebut Separated Curriculum, Correlated Curriculum dan Integrated Curriculum, kata Subject dihilangkan karena bentuk ini merupakan bentuk organisasi kurikulum yang didasarkan mata pelajaran (subject).
a)    Separated Curriculum
Separated curriculum (mata pelajaran yang terpisah-pisah) merupakan organisasi kurikulum dalam bentuk mata pelajaran yang disajikan secara terpisah antara mata pelajaran satu dengan mata pelajaran yang lain[17]. Mata pelajaran disini bukan hanya mata pelajaran seperti IPA, IPS dan lain-lain. Akan tetapi, itu adalah hasil pengalaman umat manusia sepanjang masa, atau kebudayaan dan pengetahuan yang dikumpulkan oleh umat manusia sejak dulu kala[18]. Dari pengalaman tersebut kemudian disusun secara logis dan sistematis yang pada akhirnya disajikan kepada peserta didik sesuai usia. Misalnya, untuk pelajaran berhitung 1-20 diberikan kepada anak berusia 4-5 tahun.
Dari penjabaran diatas, terkesan bahwa bentuk kurikulum ini, ingin memudahkan pemahaman siswa dalam mempelajari mata pelajaran. Adapun tujuan dari organisasi kurikulum bentuk ini, menurut S. Nasution dalam Rusman adalah bertujuan agar generasi muda mengenal hasil-hasil kebudayaan dan pengetahuan umat manusia yang telah dikumpulkan selama berabad-abad, agar mereka tak perlu mencari dan menemukan kembali apa yang yang telah diperoleh generasi terdahulu[19]. Dengan demikian bentuk organisasi kurikulum ini sifatnya tidak aktual karena semua mata pelajaran hanya didasarkan kepada pengalaman terdahulu dan juga karena tidak sesuaikan dengan kebutuhan siswa dan perkembangan masyarakat.
Dari kurikulum yang hanya berdasarkan per mata pelajaran ini, sudah sangat jelas bahwa kurikulum bentuk ini hanya ditujukan pada pembentukan intelektual dan kurang mengutamakan pembentukan pribadi anak sebagai keseleruhan.
1)   Kelebihan Separated Curriculum
Kelebihan organisasi kurikulum yang berdasarkan kepada mata pelajaran yang terpisah-pisah antara pelajaran yang dengan yang lain mempunyai kelebihan sebagai berikut[20]:
(a)     Bahan pelajaran disusun secara logis, sistematis, sederhana, dan mudah dipelajari.
(b)     Dapat dilaksanakan untuk mewariskan nilai-nilai dan budaya terdahulu.
(c)     Kurikulum ini mudah diubah dan dikembangkan.
(d)    Bentuk kurikulum ini mudah dipola, dibentuk, didesain bahkan mudah untuk diperluas dan dipersempit sehingga mudah disesuaikan dengan waktu yang ada.
2)   Kekurangan Separated Curriculum
Disamping kelebihan yang dimiliki oleh organisasi kurikulum ini, juga mempunyai kekurangan. Adapun kekurangan dari organisasi kurikulum berdasarkan kepada mata pelajaran adalah sebagai berikut[21]:
(a) Kurikulum ini memberikan mata pelajaran yang lepas-lepas, yang tidak berhubungan satu dengan yang lain.
(b) Kurikulum ini tidak memperhatikan masalah-masalah sosial yang dihadapi anak-anak dalam kehidupan sehari-harinya.
(c) Kurikulum ini menyampaikan pengalaman umat manusia yang lampau dalam bentuk logis dan sistematis. Sesuatu yang logis tidak selalu psikologis ditinjau dari segi minat dan perkembangan anak.
(d)Tujuan kurikulum ini terlampau terbatas.
(e) Kurikulum ini kurang mengembangkan kemampuan berfikir.
(f)  Kurikulum ini cenderung menjadi statis dan ketinggalan zaman.

b)   Correlated Curriculum
Correlated curriculum (mata pelajaran terhubung) adalah organisasi isi kurikulum yang menghubungkan pembahasan suatu mata pelajaran  dengan mata pelajaran lainnya, atau satu pokok bahasan dengan pokok bahasan lainnya[22]. Sejalan dengan pengertian diatas, Hamid Syarief  mengartikan kurikulum ini sebagai organisasi kurikulum yang mengorelasikan berbagai mata pelajaran yang mempunyai kesamaan, antara mata pelajaran satu dengan mata pelajaran lain, tanpa menghilangkan esensi dari tiap-tiap mata pelajaran[23]. Contoh, sejarah, ekonomi, geografi merupakan mata pelajaran yang mempunyai kesamaan, sehingga digabungkan menjadi mata pelajara Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Biologi, Fisika dan kimia digabung menjadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Korelasi atau keterhubungan antara mata pelajaran satu dengan lain, menurut Nana Sudjana dalam Hamid Syarif, meliputi: korelasi faktual, deskriptif dan normatif. Korelasi faktual merupakan bentuk korelasi yang mengaitkan antara fakta dalam mata pelajaran tertentu dengan fakta yang terdapat dalam mata pelajaran lain. Misal, korelasi antara ilmu sejarah dan ekonomi. fakta tentang krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 di Indonesia merupakan kajian tentang sejarah sekaligus menjadi bahan mata pelajaran ekonomi.
Korelasi deskriptif adalah korelasi yang menitikberatkan pada penggunaan generalisasi yang berlaku dua atau lebih dari mata pelajaran. Misal, mata pelajaran psikologi dikorelasikan dengan ilmu pengetahuan sosial dengan menggunakan pendekatan generalisasi psikologi sehingga muncul ilmu psikologi sosial, psikologi agama dan lain sebagainya. Sedangkan korelasi normatif adalah korelasi yang menekankan moral sosial antara dua atau lebih dari mata pelajaran. Misal, sejarah dikorelasikan dengan prinsip moral dan etika masyarakat.
Organisasi kurikulum yang menekankan kepada keterhubungan mata pelajaran satu dengan lainnya ini tentunya mempunyai kelebihan disamping juga mempunyai kelemahan dan kekurangan. Berikut kelebihan dan kekurangan dari organisasi kurikulum ini menurut Syafruddin Nurdin[24]:
1)    Kelebihan Correlated Curriculum
(a)      Menunjukkan adanya integrasi pengetahuan kepada siswa, dimana dalam pelajaran yang disajikan disoroti dari berbagai bidang dan disiplin ilmu.
(b)     Dapat menambah interes dan menet siswa terhadap adanya hubungan antara berbagai bidang studi.
(c)      Pengetahuan dan pemahaman siswa akan lebih mendalam dengan penguraian dan penjelasan dari berbagai bidang studi.
(d)     Lebih mengutamakan pada pemahaman dari prinsip-prinsip dari pada pengetahuan dan penguasaan fakta-fakta.
2)    Kekurangan Correlated Curriculum
(a)      Bahan yang disajikan tidak berhubungan secara langsung dengan kebutuhan siswa, demikian juga, masalah-masalah yang dikemukakan tidak berkenaan secara langsung dengan kehidupan sehari-hari yang dialami siswa.
(b)     Pengetahuan yang diberikan tidak mendalam.
(c)      Urutan penyusunan dan penyajian bahan tidak secara logis dan sistematis.
(d)     Kebanyakan diantara para guru kurang menguasai antar disiplin ilmu, sehingga dapat mengaburkan pemahaman siswa.

c)    Integrated Curriculum
Integrated curriculum arti sederhananya adalah integrasi kurikulum atau kurikulum terpadu. Menurut S. Nasution, kata integrasi berasal dari kata integer yang mempunyai arti unit. Sehingga integrasi yang dimaksud adalah perpaduan, koordinasi, harmoni, kebulatan keseluruhan[25].
Jenis organisasi kurikulum ini meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan. Semua mata pelajaran harus menyajikan mata pelajaran yang padu. Dalam organisasi diharapkan bisa membawa siswa pada pengetahuan yang bulat terkait masalah tertentu. Selama ini, kita ketahui bersama bahwa mata pelajaran yang ada di sekolah masih menujukkan ketidakpaduan antar mata pelajaran.
Integrasi kurikulum ini bisa dilakukan melalui pengajaran unit atau pelajaran yang terpadu. Menurut Caswell yang dikutip S. Nasution, yang dimaksud pengajaran unit disini adalah a series of related activities engaged in by children in the process of realizing a dominating purpose which is compatible with the aims of education[26].   Untuk memadukan semua mata pelajaran ini bisa dilakukan dengan cara pemusatan mata pelajaran pada satu masalah tertentu dengan alternatif pemecahan melalui berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran yang diperlukan sehingga batas-batas antara antara mata pelajaran dapat ditiadakan[27]
Dengan menerapkan studi masalah dalam mengembangkan kurikulum, maka dengan muda bisa dilakukan pemaduan pelajaran. Misalanya, pelajaran agama islam kelas XII jurusan IPA memasuki bahasan tentang Isra’ Mikraj, maka peristiwa itu bisa diterangkan dalam pelajaran fisika tentang kecepatan. Kecepatan Nabi Muhammad ketika isra’ mikraj itu sangat tinggi sehingga seakan-akan tidak masuk akal, dalam ilmu fisika terdapat yang namanya kecepatan yang tak terhingga. Kecepatan yang tak terhingga hanya bisa terjadi kalau bendanya itu tidak mempunyai massa jenis. Massa jenis ini bisa diterangkan dalam pelajaran kimia. Atau masalah itu bisa diterangkan dalam mata pelajaran lainnya.
1)   Kelebihan Integrated Curriculum
(a)      Mempelajari bahan pelajaran melalui pemecahan masalah dengan cara memadukan beberapa mata pelajaran secara menyuluruh dalam menyelesaikan suatu topik atau permasalahan.
(b)     Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belejar sesuai dengan bakat, minat dan potensi yang dimilikinya secara individu.
(c)      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah secara konprehensif dan dapat mengembangkan belajar secara bekerja sama.
(d)     Dapat membantu meningkatkan hubungan antara sekolah dengan masyarakat.
(e)      Dapat menghilangkan batas-batas yang terdapat dalampola kurikulum yang lain.
2)   Kekurangan Integrated Curriculum
(a)      Kurikulum dibuat oleh guru dan siswa sehingga memerlukan kesiapan dan kemampuan guru secara khusus dalam pengembangan kurikulum seperti ini.
(b)     Bahan pelajaran tidak disusun secara logis dan sistematis.
(c)      Bahan pelajaran bersifat sederhana.
(d)     Memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang banyak.

2.      Struktur Vertikal
Struktur vertikal kurikulum berkaitan dengan masalah sistem pelaksanaan kurikulum di sekolah, termasuk didalamnya adalah sistem pengalokasian waktu[28]. Struktur vesrtikal kurikulum meliputi: sistem kelas, sistem tanpa kelas, kombinasi antara sistem kelas dan tanpa kelas, sistem unit waktu dan pengalokasian waktu.
a.       Sistem kelas, yakni sistem pelaksanaan kurikulum dilaksanakan melalui kelas-kelas (tingkat-tingkat) tertentu[29]. Misalnya, kelas 1-6 SD/MI, kelas 7-9 untuk SMP/MTs dan 10-12 kelas untuk SMA/MA. Sistem ini membawa pada konsekwensi harus dilakukan kenaikan kelas secara terus-menerus setiap tahunnya. Bagi siswa yang belum mencapai kemampuan yang diharapkan oleh masing-masing pelajaran, maka siswa tersebut dinyatakan tidak naik kelas. Adanya pengklasifikasian kelas ini, didasarkan kepada psikologi anak sehingga bahan mata pelajaran yang akan diberikan kepada siswa juga harus disesuaikan dengan kondisi kejiwaan siswa. Sehingga mata pelajaran yang disajikan dari tingkatan kelas itu akan berbeda-beda.
b.      Sistem tanpa kelas merupakan sistem yang tidak mengenal yang namanya kelas. Siswa diberi kebebasan untuk menentukan sendiri program studi atau yang akan dikerjakan, kalau sudah merasa mampu menguasai pelajaran yang telah diambil, siswa tersebut dipersilahkan untuk mengambil pelajaran lain tanpa harus menunggu teman-temannya yang masih belum bisa menguasai mata pelajaran.
c.       Sistem kombinasi antara sistem kelas dan tanpa kelas, ini merupakan bentuk perpaduan dari dua sistem diatas. Misalnya, ada 20 siswa SD kelas 3, kemudian ada beberapa siswa yang sudah bisa menguasai mata pelajaran dikelas itu, maka siswa tersebut diperbolehkan untuk mengambil mata pelajaran kelas lain misalnya kelas 4, tetapi siswa tersebut statusnya tetap kelas 3. Sistem pendidikan seperti ini dapat disebut sebagai sistem pengajaran modul. Dalam sistem modul, di samping disediakan bahan pelajaran yang sama untuk seluruh kelas, juga disediakan kebebasan kepada siswa yang mampu untuk mengambil bahan/materi pelajaran berikutnya atau program pengayaan. Dengan sistem modul, anak yang memang mampu mempunyai kemungkinan untuk dapat lebih dahulu menamatkan sekolah dibandingkan temantemannya.
d.      Sistem unit waktu merupakan sistem kurikulum yang terbagi dalam beberapa waktu misalanya, SD/MI mempunyai enam tingkatan kelas ditargetkan dalam waktu enam tahun, setiap kelasnya membutuhkan waktu satu tahun, dalam satu tahun itu, masih terbagi dalam program semester atau catur wulan. Dalam catur wulan, waktu satu tahun dibagi empat sehingga setiap kelas harus melewati tiga kali  tes yaitu catur wulan I,II dan III. Sedangkan sistem semester, waktu satu tahun dibagi dalam dua semester, sehingga setiap semester membutuhkan waktu enam bulan.
e.       Pengalokasian waktu, ini menyangkut pembagian waktu kepada masing-masing mata pelajaran. Pengalokasian waktu harus memperhatikan bobot dan tingkat kesulitan dari masing-masing mata pelajaran. Kalau tingkat kesulitannya tinggi maka alokasi waktu harus lebih kepada mata pelajaran tersebut. Selain itu ada juga hal yang harus diperhatikan adalah peranan mata pelajaran dalam menyiapkan lulusan, kalau terdapat pelajaran yang peranannya sedikit dalam menyiapkan siswa ketika lulus, maka alokasi waktu untuk mata pelajaran tersebut harus diminimalkan.



D.    Prosedur Mereorganisasi Kurikulum
Menurut Zainal Arifin, cara mereorganisasi kurikulum ada beberapa cara yaitu: reorganisasi melalui buku pelajaran, tambal sulam, analisis kegiatan, fungsi sosial, survie pendapat, studi kesalahan dan analisis masalah remaja[30].
1.      Reorganisasi Melalui Buku Pelajaran
Buku pelajaran diyakini merupakan sumber belajar yang sangat penting bagi peserta didik. Sehingga, buku-buku yang kurang tepat dibaca oleh siswa hendak disingkirkan karena akan merusak pengetahuan siswa. Dengan demikian, untuk mengorganisasi kurikulum bisa dilakukan melalui buku pelajaran.
2.      Reorganisasi Kurikulum dengan cara Tambal Sulam
Kalau suatu sekolah sudah mempunyai kurikulum yang masih ada sebagian komponen yang masih layak digunakan, maka komponen yang dirasa sudah tidak layak untuk diterapkan maka dicarikan ganti komponen tersebut dengan komponen yang lebih bagus.
3.      Reorganisasi Kurikulum melalui Analisis Kegiatan.
Kurikulum merupakan pengalaman yang akan diberikan kepada siswa untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Untuk mencapai tersebut, diperlukan untuk mengamati kegiatan kehidupan sehari-hari orang dewasa yang hasilnya dijadikan bahan pelajaran.
4.      Reorganisasi Kurikulum melalui Fungsi Sosial
Prosedur ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu; pertama, Merumuskan strategi fungsi sosial yang meliputi: bagaimana hidup yang ideal, merumuskan sifat seseorang dalam kehidupan sosial, mengemukakan sifat-sifat belajar dan merumuskan peranan sekolah dalam kehidupan sosial. Kedua, merumuskan ruang lingkup fungsi kehidupan sosial berdasarkan kriteria tertentu yang meliputi; hidup dalam lingkungan keluarga, kehidupan waktu senggang, kehidupan sebagai warga Negara, kehidupan kelompok yang terorganisasi dan lain sebagainya.
5.      Reorganisasi Kurikulum melalui Survie Pendapat
Organisasi jenis ini dilakukan berdasarkan survie terhadap masyarakat dari berbagai kalangan. Hasil survie pendapat itu bisa dibentuk dalam organisasi kurikulum.
6.      Reorganisasi Kurikulum Melalui Studi Kesalahan
Organisasi kurikulum bisa dibentuk lagi dengan cara melakukan studi kesalahan atau mencari tahu kesalahan dari proses belajar-mengajar yang telah diterapkan itu apa, lalu dicarikan cara untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
7.      Reorganisasi Kurikulum Melalui Analisis Remaja
Masalah remaja terus berkembang mengikuti ruang dan waktu. Kurikulum yang tidak memperhatikan kenyataan itu akan cenderung kelihatan tidak sesuai dengan jaman. Oleh karena itu, maka dibutuhkan pengoragnisasian ulang terhadap kurikulum dengan cara mencari tahu permasalah yang sering timbul pada remaja, kemudian dijabarkan dalam bentuk pelajaran sehingga terbentuk organisasi kurikulum yang baru yang berdasarkan analisis terhadap permasalahan remaja.

E.     Analisis Kurikulum Pendidikan Indonesia
Analisis kurikulum ini, selain menganalisis struktur kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Pengambil KTSP sebagai bahan analisis dikarenakan refrensi untuk kurikulum 2013 masih belum memadai. Struktur kurikulum KTSP tingat SD/MI meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai kelas I sampai kelas VI. Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan  dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut[31]:
1.      Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.
2.      Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan IPA terpadu dan IPS terpadu.
3.      Pembelajaran kelas I-III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada kelas IV-VI melalui pendekatan mata pelajaran.
4.      Alokasi waktu untuk satu jam pelajaran adalah 35 menit.
5.      Minggu efektif dalam satu tahun (dua semester) adalah 24-28 Minggu.
Untuk lebih jelasnya, berikut penulis sajikan tabel struktur kurikulum SD/MI
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
I*
II*
III*
IV, V dan VI
A. Mata Pelajaran




1.    Pendidikan Agama



3
2.    Pendidikan Kewarganegaraan



2
3.    Bahasa Indonesia



5
4.    Matematika



5
5.    Ilmu Pengetahuan Alam



4
6.    Ilmu Pengetahuan Sosial



3
7.    Seni Budaya dan keterampilan



4
8.    Pendidikan jasmani, Olah Raga, dan kesehatan



4
B.  Muatan Lokal



4
C.  Pengembangan Diri



2
Jumlah
26
27
28
32
      *Kelas I-III menggunakan pembelajaran tematik
Dari tabel struktur kurikulum diatas dapat diketahui bahwa ada dua bagian yang jelas dalam menerapkan kurikulum ini. Pertama, kelas I sampai kelas III menggunakan pendekatan tematik. Kedua, kelas IV sampai kelas VI baru menggunakan pendekatan mata pelajaran. Pendekatan tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema/topik pembahasan. Pendekatan tematik ini memungkin menghilangkan batasan-batasan pada masing-masing mata pelajaran. Pendekatan tematik ini merupakan salah satu bentuk dari penyusunan struktur horizontal dalam kurikulum.
Bentuk struktur horizontal dalam kerikulum salah satunya adalah integrated curriculum (kurikulum terpadu). Kurikulum terpadu ini menjadikan mata pelajaran sebagai satu kepaduan dalam membahas suatu masalah. Pendekatan atau cara mengimplementasikan kurikulum terpadu ini salah satunya dengan cara memusatkan pada suatu masalah yang pada akhirnya masalah tersebut dicarikan solusi lewat mata pelajaran yang ada. Pembelajaran tematik ini merupakan bentuk pembelajaran yang memusatkan pada suatu masalah, dimana masalah tersebut akan dibahas sesuai dengan perspektif masing-masing pelajaran yang diintegrasikan.
Selain pembelajaran tematik, struktur kurikulum SD/MI juga menggunakan pendekatan mata pelajaran yaitu mulai kelas IV sampai kelas VI. Mulai tiga tingkatan teratas ini pembelajaran sudah menggunakan mata pelajaran sebagai pendekatannya. Melihat tabel diatas, maka pendekatan mata pelajaran SD/MI ini cenderung mengarah pada bentuk organisasi kurikulum mata pelajaran yang terpisah-pisah (separated curriculum). Dari tabel diatas, sudah mengisyarakatkan bahwa mata pelajaran yang diterapkan dari kelas IV sampai kelas VI itu semuanya terpisah dan seakan-akan tidak ada hubungannya satu dengan lainnya. Hanya saja ada dua mata pelajaran yang menggunakan bentuk organisasi kurikulum correlated curriculum (mata pelajaran terhubung) yaitu IPA dan IPS. Sebagaimana telah dijelaskan diatas IPA merupakan penyatuan dari berbagai mata pelajaran yaitu Fisika, Biologi, Kimia dan ilmu alam lainnya. Sedangkan IPS merupakan penyatuan dari beberapa pelajaran Sejarah, Ekonomi, Geografi dan lain-lain.
Dari struktur vertikal, kurikulum SD/MI masih menggunakan tingkatan kelas yaitu mulai dari tingkat terendah kelas I sampai kelas VI. Sehingga kalau ada seorang siswa tidak bisa menuntaskan salah satu mata pelajaran maka siswa tersebut bisa tidak naik kelas. Selain itu, kurikulum ini terbagi dalam sistem unit, dimana dalam satu tahun pelajaran, itu terbagi menjadi dua semester sehingga evaluasinya dalam satu tahun pelajaran terdapat dua kali evaluasi yaitu semester satu dan dua.
Alokasi waktu dari masing-masing mata pelajaran, terlihat ada dua mata pelajaran yang mempunyai 5 jam pelajaran dalam seminggu yaitu  Matematika dan Bahasa Indonesia. Matematika mempunyai alokasi waktu sebanyak itu menurut penulis karena memperhatikan dari bobot atau tingkat kesulitan yang terdapat pada pelajaran. Disamping itu, matematika juga mempunyai peranan sangat tinggi dalam bergaining position peserta didik.
Sedangkan pertimbangan alokasi waktu 5 jam pelajaran untuk bahasa Indonesia per minggu bukan karena tingkat kesulitannya tetapi lebih ditekankan kepada pembentukan jati diri siswa sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai rasa kebanggaan yang tinggi terhadap bahasa Indonesia.
Secara keseluruhan, alokasi waktu yang terdapat dalam struktur kurikulum SD/MI diatas sudah proporsional sesuai dengan bobot, tingkat  kesukaran dan disesuaikan dengan peranan mata pelajaran dalam menyiapkan skill dan pengetahuan siswa setelah lulus SD/MI.





Daftar Pustaka

Arifin, Zainal. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosdakarya, 2012.

Ghofir, Abdul. Pengenalan Kurikulum Madrasah. Solo: CV Ramadhani,1993.
Muhaimin. Konsep Pendidikan Islam. Solo: CV.Ramadhani, 1991.
Mulyasa, E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Rosdakarya, 2007
Nasution, S. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Nurdin, Syafruddin. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta: Quantum Teaching, 2005.

Poerwati, Loeloek Endah dan Sofan Amri. Panduan Memahami Kurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2013.

Ruhimat , Toto DKK. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Rajawali Press, 2011.

Rusman. Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Press, 2012.
Syarief, A. Hamid. Pengembangan Kurikulum.Surabaya: Bina Ilmu, 1998.
Hery Sunaryo, diakses dari http://educloud.fkip.unila.ac.id/ pada tanggal 25/09/2013





[1] Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 3)
[2]  Toto Ruhimat, et al, Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung: Rajawali Press, 2011),  2.
[3]  E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya, 2007), 46.
[4]  Toto Ruhimat, et al, Kurikulum dan…….., 87
[5]  Toto Ruhimat, et al, Kurikulum dan…….., 87.
[6]  Toto Ruhimat, et al, Kurikulum dan…….., 88
[7]  Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam, (Solo: CV.Ramadhani, 1991), 41.
[8]  A. Hamid Syarief, Pengembangan Kurikulum, (Surabaya: Bina Ilmu, 1998), 57.
[9]  Toto Ruhimat, et al, Kurikulum dan ………, 88
[10] Abdul Ghofir, Pengenalan Kurikulum Madrasah, (Solo: CV Ramadhani,1993), 49.
[11] Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), 60.
[12] Loeloek Endah Poerwati dan Sofan Amri, Panduan Memahami Kurikulum 2013, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2013), 76.
[13] A. Hamid Syarief, Pengembangan ………, 65.
[14] Hery Sunaryo, diakses dari http://educloud.fkip.unila.ac.id/ pada tanggal 25/09/2013
[15] A. Hamid Syarief, Pengembangan ………, 65.
[16] A. Hamid Syarief, Pengembangan ………, 65.
[17] A. Hamid Syarief, Pengembangan …… ..., 57.
[18] S. Nasution, Asas-Asas……………………, 179.
[19] Rusman, Manajemen ……., 62.
[20] Toto Ruhimat, et al, Kurikulum dan ……., 90.
[21] S. Nasution, Asas-Asas …….., 185-190.
[22] Toto Ruhimat, et al, Kurikulum dan ……., 91.
[23] A. Hamid Syarief, Pengembangan …… .., 59.
[24] Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), 46-47.
[25] S. Nasution, Asas-Asas ……..,195-196
[26] S. Nasution, Asas-Asas ……..,196
[27] Rusman, Manajemen …….…., 65
[28] A. Hamid Syarief, Pengembangan ………, 65.
[29] Hery Sunaryo, diakses dari http://educloud.fkip.unila.ac.id/ pada tanggal 25/09/2013
[30] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Rosdakarya, 2012), 108-110.
[31] Rusman, Manajemen ……., 450-451
Share:

TENTANG DI

Foto saya
Dapur Ilmiah (DI) merupakan blog yang secara konsisten menayangkan berbagai penelitian ilmiah. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Salam DI.

PENGUNJUNG

KATEGORI

Breaking News

Pages

Theme Support