A.
Pendahuluan
Indonesia
merupakan bangsa yang tumbuh dan berkembang karena pendidikan. Para pelopor
peradaban bangsa telah mampu menunjukkan dan menyadarkan masyarakat akan
pentingnya pendidikan. Tak ayal kalau pendidikan bangsa ini lahir dan tumbuh
dari masyarakat yang berkonsep pesantren. Pesantren merupakan lembaga
pendidikan pertama Indonesia yang lahir dari keinginan masyarakat untuk merubah
taraf kualitas hidupnya. Pendidikan di Indonesia banyak diselenggarakan oleh
organisasi kemasyarakatan yang notabene beragama islam. Persatuan Islam merupakan
salah satu organisasi islam berbasis masyarakat yang menerapkan pendidikan
sebagai entri point untuk merubah peradaban anggotanya menjadi lebih baik.
Pendidikan
islam muncul atas keinginan masyarakat, sehingga bentuk pelaksanaannya harus
disesuaikan dengan keinginan masyarakat. Mengingat masyarakat selalu berkembang
mengikuti perkembangan zaman, maka secara otomatis pendidikan islam harus pula
mengikuti perkembangan tersebut. Lalu muncullah pembaruan pendidikan islam yang
dilakukan organisasi islam tak terkecuali Persatuan Islam (Persis)[1].
Persis
merupakan organisasi yang bergerak dalam pendidikan, dakwah dan sosial
kemasyarakatan yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadis. Seperti rencana
jihad atau program kerja Persis adalah mendidik dan membina para anggotanya
agar mengajarkan pendidikan untuk menanamkan, memperdalam dan mengokohkan
pengertian akidah, ibadah, muamalah dan akhlak islam[2].
Diantara
tokoh Persis yang berperan besar dalam mengajaran dan dakwah adalah Ahmad
Hassan. Beliau dipandang sebagai guru besar persatuan islam. A. Hassan adalah
ilmuwan Persis, seorang mujtahid dan sosok ulama yang mandiri dan serba bisa.
Sejak tahun 1924, Persis telah menyelenggarakan kelas pendidikan akidah dan
ibadah bagi orang dewasa. Lembaga pendidikan itu kemudian semakin berkembang
sejak Ahmad Hassan masuk dalam Persis pada tahun 1926. Perkembangan di Persis
tidak hanya terjadi pada pendidikan tetapi di bidang literasi dan publikasi
seperti pencetakan buku-buku dan majalah juga berkembang pesat.
Ahmad
Hassan merupakan seorang pemikir islam yang sangat menyukai diskusi. Bahkan
sejarah telah mencatat bahwa Ahmad Hassan sering melakukan diskusi kritis
bersama Presiden Soekarno tentang berbagai hal yang salah satunya adalah
diskusi tentang konsep Negara bangsa[3].
Mengingat
Hassan sangat berperan dalam pendidikan anak bangsa, maka sangat penting untuk
mendiskusikan pemikirannya terutama tentang pendidikan islam.
B.
Biografi
Ahmad Hassan
Ahmad
Hassan lahir di Singapura pada tahun 1887. Ayahnya bernama Ahmad Sinna Vappu
Maricar berasal dari India yang masih merupakan keturunan ulama Mesir yang
sekaligus berprofesi sebagai wartawan dan penerbit buku serta surat kabar
berbahasa Tamil. Ibunya bernama Muznah berasal dari Palekat, Madras. Keduanya
menikah di Surabaya kemudian menetap di Singapura[4].
Ahmad Hassan merupakan nama yang dipengaruhi oleh budaya Singapura. Nama
aslinya adalah Hassan bin Ahmad, namun karena mengikuti kelaziman budaya Melayu
yang meletakkan nama keluarga atau orang tua di depan nama asli, akhirnya nama
Hassan bin Ahmad berubah menjadi Ahmad Hassan[5].
Ahmad
Hassan menikah pada tahun 1911 dengan Maryam peranakan Melayu-Tamil di
Singapura. Dari pernikahannya ini ia dikaruniai tujuh orang putra-putri; Abdul
Qadir, Jamilah, Abdul Hakim, Zulaikha, Ahmad, Muhammad Sa‘id, dan Manshur. Pada
tahun 1940, Ahmad Hassan pindah ke Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, untuk
mendirikan dan mengasuh pondok pesantren Persis. Dan pada tanggal 10 November
1958, Ahmad Hassan meninggal di rumah sakit Dr. Sutomo Surabaya[6].
1.
Perjalanan Pendidikan
Ahmad Hassan
Pada usia 7
tahun, Ahmad Hassan sudah mulai mempelajari al-Qur’an dan pengetahuan asas
dalam bidang agama. Berkat ketekunan dan kecerdasannya, kedua pelajaran itu
dapat diselesaikannya dalam waktu dua tahun. setelah itu Ahmad Hassan masuk
sekolah Melayu selama 4 tahun dan mempelajari bahasa Arab, bahasa Melayu,
bahasa Tamil dan bahasa Inggris[7].
Secara formal,
Ahmad Hassan tidak pernah benar-benar menamatkan pelajarannya di sekolah dasar
yang ditempuhnya di Singapura itu, karena pada usia 12 tahun Ahmad Hassan sudah
ikut berdagang, menjaga toko iparnya yang benama Sulaiman. Sambil berdagang,
Ahmad Hassan memperdalam ilmu agamanya pada Haji Ahmad di Bukittiung dan
Muhammad Thaib di Minto Road. Haji Ahmad bukanlah seorang alim besar , tetapi
buat ukuran Bukittiung ketika itu, ia adalah seorang guru yang disegani dan
berakhlak tinggi. Pelajaran yang diterima Ahmad Hassan sama saja dengan apa
yang diterima anak-anak muda waktu itu, yakni bagaimana cara sembahyang,
wudlu', puasa dan lain-lain.
Ahmad Hassan
mempelajari ilmu nahwu dan sharaf pada Muhammad Thaib. Ahmad Hassan sebagai
seorang yang keras kemauannya dalam belajar ilmu tata bahasa Arab, nahwu dan
sharaf, tidak merasa keberatan menerima segala persyaratan yang diperuntukan
baginya. Persyaratan itu antara lain: pertama, Ahmad Hassan harus datang
pagi-pagi sebelum sembahyang shubuh. Kedua, Ahmad Hassan tidak boleh
naik kendaraan ke tempat gurunya itu. Setelah kira-kira empat bulan belajar
nahwu dan sharaf, ia merasa bahwa pelajarannya tidak mendapat kemajuan. Namun
apa yang disuruh gurunya dikerjakan dan dihafal juga, tanpa dimengerti, ahirnya
semangat belajarnya menurun. Dalam keadaan demikian, untunglah gurunya tersebut
pergi haji dan beliau beralih belajar pada Abdullah Masnawi. Beliau semata-mata
belajar bahasa arab dan menempuhnya selama waktu tiga tahun[8].
2.
Riwayat Pekerjaan
Ahmad Hassan
Pada masa
remaja, Ahmad Hassan sudah mencari nafkah dari pelayan toko sampai membuka
Volkanisir Ban. Beliau pun tetap rajin menuntut ilmu, dan setelah ilmunya
dirasa cukup, pada tahun 1910, Ahmad Hassan mengajar di Madrasah, dari tingkat
Ibtidaiyah sampai Tsanawiyah. Pada tahun 1912, Hassan bekerja di surat kabar “Utusan Melayu” yang
diterbitkan oleh Singapore Press. Ahmad Hassan menulis artikel yang berisikan
nasehat-nasehat, mengajak pada kebaikan, dan menjauhi kemunkaran. Tidak jarang
Ahmad Hassan menulis dalam bentuk puisi yang cukup mengelitik dan menyentuh[9].
Suratan takdir
Ahmad Hassan rupanya tidak hanya bermukim di Singapura. Pada tahun 1921, Ahmad
Hassan berangkat ke Surabaya, mengelola toko milik paman yang sekaligus
gurunya, Abdul Lathif. Sebelum berangkat, Abdul Lathif berpesan pada sang
keponakan, jangan bergaul dengan Faqih Hasyim yang dianggap sesat karena
berfaham Wahabi. Rupanya di Surabaya waktu itu sedang terjadi konflik antara
kaum muda yang dipelopori oleh Faqih Hasyim, seorang padagang yang sekaligus
pendakwah. Faqih Hasyim, yang berasal dari Padang itu, mengunakan rujukan dari
buku-buku yang dikarang oleh Abdullah Ahmad, Abdul Karim Amrullah, dan
Zainuddin Labay, ketiganya asal Sumatra.
Ahmad Hassan
datang ke Surabaya, awalnya, semata-mata hanya sebagai pedagang. Ia tinggal
dirumah pamannya yang bernama Abdullah Hakim. suatu hari, sang paman meminta
agar Ahmad Hassan menemui K.H. A Wahab Hasbullah. Belakangan, Kiai Wahab
menjadi terkenal karena ia adalah salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama’ pada
tahun 1926. Namun pada akhirnya Ahmad Hassan berkesimpulan bahwa kaum muda yang
ada di Surabaya berada di jalan yang benar. Kesimpulan itu ia dapat setelah
berbincang-bincang dengan Kiai Wahab. Maka ia pun bersahabat dengan Faqih
Hasyim yang mewakili golongan muda[10].
Pada
perkembangan selanjutnya, karena Ahmad Hassan tertarik pada ilmu menenun, pada
tahun 1924 Ahmad Hassan pergi ke Bandung. Tujuannya hanya satu, memperdalam
ilmu pertenunan selama 9 bulan. Ia tinggal bersama keluarga Yunus, seorang
pendiri Persis. Usai sekolah tenun, Ahmad Hassan sempat dipercaya mengelola
pabrik tenun selama satu tahun. Tapi karena kesulitan bahan dasar atau bahan
baku, pabrik tersebut akhirnya ditutup pada tahun 1926. Selama di Bandung inilah
Ahmad Hassan sering ikut aktifitas di Persis, dan secara resmi manjadi anggota
pada tahun 1926. Hassan masuk Persis ketika Ormas Islam ini berusia 3 tahun.
Dan rupanya, beliau segera popular dikalangan kaum muda yang progresif.
Tahun-tahun berikutnya, Ahmad Hassan identik dengan Persis, begitu pula Persis,
identik dengan Ahmad Hassan.
C.
Pemikiran
Ahmad Hassan
Pemikiran
Ahmad Hassan sebenarnya banyak sekali terutama tentang islam. Hal ini
dibuktikan dengan banyak karya tulisnya yang mencapai lebih dari 80 buku versi.
akan tetapi dalam makalah ini, penulis hanya akan membahas tiga pemikiran Ahmad
Hassan terkait dengan islam yaitu tentang Tuhan dan Sifat-sifat-Nya, Tuhan
pemberi hukum, kenabian, al-Qur’an dan Hadis.
1.
Tuhan dan
Sifat-Sifat-Nya
Berbicara Tuhan
tidak bisa dilepaskan dari sifat-sifat-Nya karena manusia hanya akan mengenal
Tuhan lewat sifat-sifat-Nya. Pemahaman yang tepat mengenai sifat Allah begitu
penting bagi semua umat Islam, sehingga mereka bisa mencapai hubungan yang
benar dengan Allah. Sementara itu, pemahaman yang tidak tepat, menyebabkan
manusia menyalahi dan melanggar perintah-perintah Allah. Misalnya, menyembah
orang yang dikagumi sebagaimana yang dilakukan oleh orang kristen, perilaku
pemberian sesajen yang biasanya dilakukan oleh orang Jawa dan lain sebagainya.
Menurut Ahmad Hassan itu semua merupakan tindakan yang mengabaikan kekuasaan
Allah dan bertentangan dengan perintah Allah. Beliau menyimpulkan bahwa untuk
keselamatan spiritual dan pahala abadi mereka
sendiri, maka umat Islam harus belajar dan berusaha untuk memahami sifat
Allah[11].
Sifat Allah
sama halnya sifat manusia. Allah bisa mencipta, begitu juga manusia bisa
menciptakan sesuatu. Allah bisa melihat, merasakan, mendengar dan lain
sebagainya, manusia juga memiliki sifat-sifat tersebut. Hanya saja yang
membedakan manusia dengan Allah terletak pada ketidakterbatasan Allah dalam
segala sifat-sifat-Nya, sedangkan manusia mempunyai keterbatasan dalam segala
sifatnya. Contoh, Allah maha mengadakan sesuatu dari sesuatu yang sebelumnya
tidak ada dan bisa membuat sesuatu dari sesuatu lainnya, sedangkan manusia
tidak mungkin bisa membuat sesuatu jika bahan-bahannya tidak ada[12].
Mengenai
kehendak manusia yang menurut berbagai aliran mengatakan bahwa manusia
independen dan penciptaannya sudah dianggap selesai. Terkait nasibnya di dunia
itu semua tergantung pada manusia itu sendiri dan Tuhan telah membiarkan
manusia sesuai kehendaknya. Pendapat ini bagi Hassan bertentangan dengan kuasa
Tuhan. Sedangkan orang yang berpendapat sebaliknya, bahwa hidup ini sudah
digariskan oleh Tuhan dan manusia tidak berdaya atau pasif atas segala nasibnya
juga ditentang oleh Hassan karena manusia juga dilengkapi potensi untuk
mengembangkan dirinya[13]. Dari
itu penulis berkesimpulan bahwa pemikiran Ahmad Hassan terkait dengan Tuhan dan
sifat-Nya dan kaitannya dengan manusia mempunyai hubungan yang tidak bisa
dilepaskan. Misal, takdir kemiskinan manusia, itu ditentukan faktor usaha
manusia yang kemudian divonis oleh takdir Tuhan. Tuhan menyeru manusia berusaha terlebih sebelum
takluk pada takdir tuhan.
2.
Tuhan Pemberi Hukum
Ahmad Hassan
berkeyakinan bahwa, sebagai pengatur dan pemelihara alam semesta, Tuhan telah
menetapkan aturan-aturan dan pola-pola standar yang dikenal manusia sebagai
hukum. Hukum agama (syari'at) megatur hubungan manusia dengan Tuhan agar
manusia menjadi bertakwa. Hukum buatan manusia, membentuk hubungan dan
keterkaitan manusia dengan sesama manusia lainya, serta mengatur perkembangan
dan status masyarakat[14].
Hukum agama,
merupakan hukum yang paling penting. Tujuan dari hukum agama adalah menguraikan
perintah dan kehendak Tuhan agar manusia dapat melaksanakannya, karena tanpa
hukum agama, tidak akan ada cara yang nyata untuk mengetahui apa yang Allah
perintahkan. Karena alasan itulah Allah memberi manusia hukum agama dalam
bentuk al-Qur’an dan Hadits sebagai petunjuk dan tuntunan.
Ahmad Hassan
menjelaskan bahwa selain diatur oleh hukum agama, manusia juga diatur oleh
hukum alam, yang dibagi oleh beliau menjadi dua bagian, yaitu hukum yang bisa
diterima oleh nalar, dan hukum yang diterima oleh adat kebisaaan. Contoh hukum
yang diterima oleh nalar adalah, mustahil bila "seorang ayah pasti lebih
muda dari anaknya", dan sebaliknya adalah mustahil bila "seorang anak
lebih tua dari ayahnya". Adat merupakan suatu yang mirip dengan hal-hal
yang diserap nalar, dan ia diperoleh umat manusia. Harapan Hassan, setelah
manusia mengetahui macam-macam hukum, diharapkan manusia mampu membedakan mana
hukum yang bisa dirubah dan mana hukum yang tidak bisa dirubah. Sehingga Ahmad
Hassan berkesimpulan bahwa hukum itu tidak lain harus dipatuhi. Dan pada
umumnya, manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikanya[15].
3.
Kenabian
Nabi Muhammad
merupakan Rasul Allah yang diutus untuk membimbing umat manusia baik membimbing
dalam segi keduniaan atapun keakheratan. Muhammad merupakan nabi yang diutus
oleh Tuhan sebagai nabi pamungkas yang tidak akan ada lagi nabi dan rasul
setelahnya. Pernyataan Ahmad Hassan ini menerangkan bahwa pendapat Aliran
Ahmadiyah yang mengatakan Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi terakhir aliran
tersebut.
Lebih lanjut
Hassan menjelaskan bahwa untuk menjadi nabi tidak bisa dipelajari dengan ilmu
atau sihir yang bisa menjadikan seseorang nabi. Akan tetapi seseorang yang bisa
menjadi nabi itu merupakan kehendak tuhan yang tidak bisa ditiru oleh manusia.
Sudah banyak orang yang mengaku nabi tetapi pada dasarnya ia bukan nabi, bahkan
ia dimasukkan kepada orang yang tidak tahu diri dan tidak mau menempatkan
dirinya pada takdir tuhan.
Sebagai manusia
pilihan, Muhammad terlepas dari kesalahan akhirat tetapi dalam segi keduniaan,
Beliau masih pernah melakukan kesalahan. Akan tetapi kesalahan yang dilakukan
nabi langsung mendapat teguran dari Tuhan dan merubah kesalahan tersebut
menjadi sebuah tindakan yang benar. Bentuk perlakukan Allah kepada nabi
Muhammad itu merupakan bentuk perlakuan istimewa karena Muhammad diplot untuk
menjadi pembimbing umat yang harus terbebas dari kesalahan.
4.
Al-Qur’an dan Hadis
Al-Qur’an dan Hadis sangatlah penting bagi Ahmad
Hassan dan Persatuan Islam, karena sudut pandang muslim fundamentalis menekankan
bahwa sumber-sumber ini menyajikan Islam dalam bentuknya yang murni dan dalam
bentuk itu dapat diadaptasikan dengan kondisi-kondisi dan konsep-konsep yang
berlaku di dunia modern. Ahmad Hassan menuduh ulama tradisionalis telah
melupakan dua sumber ini, dan secara salah menekankan penafsiran-penafsiran
para Juris dan teolog Islam[16].
Menurut pengamatan Ahmad Hassan, para ulama hadis membagi hadis
menjadi dua bagian, yakni yang boleh dipakai dan yang tidak. Hadis yang
boleh dipakai, dibagi menjdi dua bagian, yaitu Mutawatir dan Ahad. Mutawatir ialah hadits yang didengar dari Nabi oleh banyak orang, lalu
disampaikan kepada orang banyak, sampai tercatat di kitab hadis. Sedangkan
hadits Ahad
ialah hadits yang
diriwayatkan dari Nabi oleh orang-orang yang tidak sebanyak hadits Mutawatir[17].
Menurut Ahmad Hassan, hadits yang tidak boleh dipakai dibagi
menjadi dua bagian, yaitu yang lemah riwayatnya dan yang palsu riwayatnya.
Kedua macam hadis ini tidak boleh dipakai untuk menetapkan hukum halal, haram,
sunnat atau makruh. Ia hanya boleh dipakai untuk membantu keterangan saja, bukan
jadi pokok pedoman[18].
D.
Pemikiran
Pendidikan Ahmad Hassan
Menesuri
jejak-jejak pemikiran hasan tentang pendidikan ini memang cukup sulit. Sulit
karena Hassan secara eksplisit tidak pernah menerbitkan tulisan tentang
pendidikan. Bagi Hassan, tujuan pendidikan adalah terbentuknya akhlak yang
terpuji peserta didik yang sesuai dengan al-Qur’an
dan Hadis[19]. Alasan
Hassan membuat tujuan seperti adalah karena Muhammad diutus ke muka bumi
ini hanya untuk menyempurnakan ahklak. Dengan demikian pendidikan harus mampu
melahirkan siswa yang mempunyai akhlak yang baik. Adapun sumber pendidikan
harus bersumber pada al-Qu’an dan hadis.
Selain
tujuan diatas, Ahmad Hassan juga mempunyai keinginan terkait pendidikan yaitu
menginginkan lembaga pendidikan mampu melahirkan mubalig-mubalig yang mempunyai
kemampuan bahasa arab, ilmu agama islam, ilmu hitung, geografi dan ilmu
keduniaan sebagai bekal siswa-siswa dalam melakukan dakwah sesuai dengan ajaran
al-Qur’an dan Hadis[20].
Terkait
tugas dan fungsi seorang guru, Ahmad Hassan berpendapat bahwa guru harus
mendidikan siswa dengan hanya beribadah kepada Allah dan tidak boleh
mengharapkan sesuatu yang bersifat duniawi. Selain itu, guru juga harus
mempunyai keilmuan yang bagus dan telah mengamalkan apa-apa yang akan diajarkan kepada siswa.
Adapun persyaratan untuk menjadi peserta didik menurut Hassan adalah harus
beribadah hanya kepada Allah, melakukan amar ma’ruf nahy munkar, mempertahankan
syiar islam, memiliki akhlak mulia, dan menjaga kerapihan dan kebersihan[21].
Hassan
memandang siswa-siswanya bukan manusia yang tidak tahu apa-apa tetapi sebagai
teman berbicara yang sebenarnya sudah mempunyai pengetahuan meskipun masih
belum tampak jelas. Dalam menyampaikan materi, Hassan menggunakan beberapa
metode mulai dari ceramah, diskusi, Tanya jawab dan debat. Sedangkan dalam
evaluasinya, Hassan menggunakan dua jenis evaluasi yaitu lisan dan tulisan
seperti hafalan dan tes tulis bahasa arab. Evaluasi itu dilaksanakan setiap
akhir pelajaran, tengah semester dan akhir semester[22].
Sebagai
bukti keseriusan Hassan dalam pendidikan, beliau mendirikan Pesantren Persatuan islam Bandung dan Pesantren
Persatuan Islam di Bangil Pasuruan pada maret 1940[23].
E.
Karya-Karya
Ahmad Hassan
Karya-karya
Ahmad Hassan begitu banyak dan meliputi berbagai kajian seperti tasawuf, fiqih,
tafsir al-Qur’an dan Hadis dan lain sebagainya. Diantara karya Hassan adalah
sebagai berikut:
Tafsir
Al-Furqan, Soal-Jawab tentang Berbagai
Masalah Agama, Kitab Pengajaran Shalat, Terjemah Bulughul Maram, A.B.D. Politik,
Adakah Tuhan?, Al-Burhan, Al-Fara'id, Al-Hidayah,
Al-Hikam, Al-Iman, Al-Jawahir, Al-Manasik, Al-Mazhab, Al-Mukhtar, An-Nubuwwah,
Apa Dia Islam?, Aqaid, At-Tauhid, Bacaan Sembahyang, Belajar Membaca Huruf Arab,
Bibel lawan Bibel, Debat Kebangsaan, Debat Luar Biasa, Debat Riba, Debat Taklid,
Debat Talqin, Dosa-dosa Yesus, First Step,
Hafalan, Hai Cucuku, Hai Putriku, Halalkah Bermazhab?, Is Muhammad a Prophet?, Isa dan Agamanya, Isa Disalib?, Isra' Mi'raj, Kamus Persamaan, Kamus
Rampaian, Kesopanan Islam, Kesopanan Tinggi, Ketuhanan Yesus, Kitab Riba, Kitab
Tajwid, Matan Ajrumiyah, Merebut
Kekuasaan, Muhammad Rasul, Nahwu, Pedoman Tahajji, Pemerintahan Islam, Pengajaran
Shalat, Pepatah, Perempuan Islam, Qaidah
Ibtidaiyah, Ringkasan Islam, Risalah Ahmadiyah, Risalah Hajji, Risalah
Jum'at, Risalah Kudung, Special Diction,
Syair, Talqien, Tertawa, Topeng Dajjal, Wajibkah Zakat?, What is Islam[24].
F.
Kesimpulan
Ahmad
Hassan merupakan anak dari seorang wartawan yang pandai agama di Singapura.
Hassan mulai belajar ilmu agama sejak berusia 7 tahun. Ketekunannya dalam
menuntut ilmu telah mengantarkannya sebagai tokoh berpengaruh dalam pembaruan
islam di Indonesia terutama bagi kalangan organisasi Persatuan Islam (Persis).
Hassan
adalah sosok yang mandiri yang dalam pembiayaan pendidikan dihasilkan dari
jerih payahnya dalam bekerja sebagai karyawan toko, wartawan, bahkan beliau
pernah membuka tembel ban dan menjadi buruh di pabrik tenung. Hassan bergabung
dalam Persis pada tahun 1926. Setelah sebelumnya telah berkumpul dengan para
pendiri Persis ketika ia masih bekerja di pabrik tenung. Bergabung Hassan telah
membawa kemajuan besar bagi Persis yang membuat terobosan pembaruan oragnisasi
tersebut. Pembaruan yang dilakukan Hassan meliputi aspek organisasi tersebut,
mulai dari dasar-dasar organisasi hingga program pembangunan pendidikan yang
pada akhirnya ia berhasil mendirikan Pesantren persatuan Islam di Bandung dan
di Bangil Pasuruan. Pemikiran Hassan sangat beragam mulai dari ketuhanan,
risalah kenabian, al-Qur’an dan Hadis hingga pendidikan.
Dalam
dunia pendidikan, Hassan mempunyai tujuan bahwa pendidikan harus mampu
melahirkan siswa yang pandai berdakwa dan berakhlak mulia sebagaimana telah
diajarkan dalam al-Qur’an dan hadis. Untuk menjadi guru, seseorang harus
mempunyai keilmuan yang berkualitas dan telah mengamalkan ilmu-ilmu yang akan
diajarkan kepada siswa serta tidak mengahrapkan gaji. Untuk menjadi peserta
terdapat syarat yang harus dipenuhi; mau beribadah hanya kepada Allah dan mau
berdakwah setelah lulus pendidikan. Metode pengajaran yang diterapkan adalah
diskusi, Tanya jawab, ceramah, dan debat. Sedangkan evaluasi berbentuk lisan
dan tulisan yang dilakukan pada setiap akhir pelajaran, tengah semester dan
akhir semester.
G.
Daftar
Pustaka
Federspiel, Howard M. Islam and Ideology in the Emerging
Indonesian State; The Persatuan Islam (PERSIS) 1923-1957. Boston: Brill,
2001.
Fuad, Ah. Zakki. Negara Islam atau Negara Nasional: Pemikiran
Fundementalis vs Liberalis. Kediri: Jenggala Pustaka Utama, 2007.
Mohammad, Herry dkk. Tokoh-Tokoh
Islam yang Berpengaruh Abad-20. Bandung: Gema Insani, 2006.
Muchtar, A. Latief. Gerakan Kembali
ke Islam. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1998.
Mughni,
Syafiq A. Hasan Bandung, Pemikir Islam
Radikal. Surabaya: Bina Ilmu, 1994
Rifa’I, Muh. “Pemikiran Politik
Islam Menurut Ahmad Hassan Dalam Perspektif
Politik Islam Indonesia”. Skripsi--IAIN
Sunan Ampel Surabaya, 2009.
Sheiha Sajieda, “Analisis pemikiran Ahmad Hassan tentang Pendidikan Islam
dan Implementasinya di lembaga Persatuan
Islam”. Skripsi--UPI, Bandung, 2013.
Suharto, Toto. Pendidikan Berbasis
Masyarakat Organik; Pengalaman Pesantren Persatuan Islam. Surakarta: Fataba
Press, 2013.
Wahab, R. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Alfabeta, 2004
Wikipedia.org (2/6/2014)
Wildan,
Dadan. Sejarah Perjuangan Persis
1923-1983. Bandung: Gema Syahid, 1995.
Wildan, Dadan. yang Dai yang Politikus: Hikayat dan
Perjuangan Lima Tokoh Persis. Bandung: Rosda Karya, 1997.
[1] Persis lahir dari sebuah ide
alumnus Darul Ulum Mekkah yaitu H. Zamzam dan temannya yang bernama H. Muhammad
Yunus. Ide-ide tentang pengembalian ajaran islam kepada ajaran yang murni yaitu
al-Qur’an dan Hadis. Dari berbagai diskusi yang mereka lakukan kemudian
terbesit untuk mendirikan sebuah organisasi yang kemudian disebut Persatuan
Islam (Persis). Persis lahir pada tanggal 12 September 1923 di Bandung. Lihat Dadan
Wildan, Sejarah Perjuangan Persis
1923-1983, (Bandung: Gema Syahid, 1995), 30-31.
[2] R. Wahab, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung: Alfabeta, 2004), 115.
[3] A. Latief Muchtar, Gerakan Kembali ke Islam, (Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya, 1998), 171.
[4] Syafiq A. Mughni, Hasan Bandung, Pemikir Islam Radikal,
(Surabaya: Bina Ilmu, 1994), 11.
[5] D. Wildan, Dai yang Politikus: Hikayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis,
(Bandung: Rosda Karya, 1997), 9.
[6] Muh. Rifa’I, “Pemikiran Politik
Islam Menurut Ahmad Hassan Dalam Perspektif
Politik Islam Indonesia”, (Skripsi --IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2009),
47.
[7] Ah. Zakki Fuad, Negara Islam atau Negara Nasional: Pemikiran
Fundementalis vs Liberalis, (Kediri: Jenggala Pustaka Utama, 2007), 146.
[8] Syafiq A. Mughni, Hasan Bandung, Pemikir Islam Radikal,12.
[9] Herry Mohammad dkk, Tokoh-Tokoh
Islam yang Berpengaruh Abad-20, (Bandung: Gema Insani, 2006), 15.
[10] Syafiq A. Mughni, Hasan Bandung, Pemikir Islam Radikal,20.
[11] Howard M.
Federspiel, Islam and Ideology in the
Emerging Indonesian State; The Persatuan Islam (PERSIS) 1923-1957, (Boston: Brill, 2001), 122-123.
[12]
Howard M. Federspiel, Islam and Ideology in the Emerging, 124.
[13]
Howard M. Federspiel, Islam and Ideology in the Emerging, 125.
[14]
Howard M. Federspiel, Islam and Ideology in the Emerging, 126-127.
[15]
Howard M. Federspiel, Islam and Ideology in the Emerging, 128.
[16]
Howard M. Federspiel, Islam and Ideology in the Emerging, 133-134.
[19]
Pkiulilalbab.uika.blogspot.com diakses pada 5/6/2013
[20]
Sheiha Sajieda, “Analisis pemikiran Ahmad Hassan tentang Pendidikan Islam dan
Implementasinya di lembaga Persatuan Islam” ( Skripsi—UPI, Bandung, 2013), 217.
[21]
Sheiha Sajieda, “Analisis pemikiran Ahmad Hassan, 218.
[22]
Sheiha Sajieda, “Analisis pemikiran Ahmad Hassan, 219.
[23]
Toto Suharto, Pendidikan Berbasis
Masyarakat Organik; Pengalaman Pesantren Persatuan Islam, (Surakarta:
Fataba Press, 2013), 157.
[24]
Wikipedia.org (2/6/2014)
0 komentar:
Posting Komentar